Blogs

SEGALA SESUATU YANG TIDAK MEMBANGUN HARMONI DENGAN SEMESTA AKAN TERGILAS OLEH ZAMAN {EVERYTHING THAT DOES NOT BUILD HARMONY WITH UNIVERSE WILL BE CRUSHED BY THE AGE}

New Picture 14

Jilbab & Pekaes

FacebookTwitterLinkedInShare
 

Gerakan memakai jilbab tidak muncul begitu saja di tanah air. Sekitar tahun 1980, dorongan siswi-siswi memakai jilbab semakin memuncak setelah mengikuti pelatihan yang diadakan oleh PII Jakarta, Masjid Salman ITB atau lembaga lainnya. Berjilbab memang menjadi bagian dari program training lembaga-lembaga tersebut.

Berdasarkan hasil penelitian M. Syamsudini, M.Ag, hal eksternal yang disebut-sebut telah banyak memberikan pengaruh terhadap kemunculan jilbab di sekolah-sekolah negeri adalah Revolusi Iran yang terjadi pada tahun 1979 dimana banyak pemikiran Al-Ikhwan Al-Muslimin yang masuk ke Indonesia melalui buku-buku yang para tokohnya banyak diterjemahkan sejak tahun 1970-an. Itu tersosialisasi lewat training-training yang diadakan oleh masjid-masjid kampus, seperti Masjid Salman ITB lewat Latihan Mujahid Dakwah (LMD) yang dimotori oleh Ir. Imaduddin Abdul Rahim dan mesjid Masjid Al Falah IPB yang menjadi cikal bakal berdirinya gerakan tarbiyah.

Gerakan Tarbiyah berada di belakang siswa-siswi yang berjuang untuk mendapatkan hak untuk memakai jilbab di sekolah negeri yang mulai marak terjadi 1980 atau dua tahun sebelum diterbitkanya SK-052-1982 oleh P dan K tentang seragam sekolah. Gerakan Tarbiyah belakangan bertransformasi menjadi PK yang tidak lain adalah “Pekaes”.

Kalau ditinjau dari sepak terjang Pekaes, partai ini sangat brilian ‘menjual’ agama sebagai dagangan politik. Mereka masuk ke sendi-sendi sekolah, kampus, ke masjid-masjid, pemerintah dan ke kantong-kantong komunitas masyarakat sampai ke RT/RW sesuai dengan gerakan tarbiyah. Baca juga: Gerakan Tarbiyah.

Tanpa disadari jilbab adalah gerakan tarbiyah yang sangat lihai yang dimainkan pekaes hingga saat ini. Sejak tiga puluh tahun lalu, pekaes telah berhasil melakukan kaderisasi terselubung secara massal yang suatu saat mereka tinggal gesekkan ‘pentul korek’ maka gairah keummatan akan langsung terbakar untuk membela kepentingan mereka seperti isu kristenisasi yang dihembus oleh mereka sendiri tahun 2004 dan kasus penistaan agama oleh Ahok; jadi hal inilah yang kita saksikan hari ini terkait gairah gerakan 212 bukan gerakan serta merta yang turun dari langit.

Namun pertanyaan selanjutnya apakah ladang akan selalu bisa dipanen terus-menerus? Jawabanku sisa panenan sudah puso sementara musim menanam tidak ada lagi karena zaman telah berganti. Abad 19 yang mereka percaya sebagai tonggak kebangkitan Islam maka abad 21 adalah tonggak kebangkitan kewarasan. Jadi, ibarat pepatah mereka menjaring angin kalau tetap dipaksakan karena ladang sudah lelah, tanah tidak seempuk dulu lagi untuk ditanami ide-ide ‘radikal’; segala sesuatu yang tidak membangun harmoni dengan semesta akan tergilas oleh zaman dan hilang tak berbekas!

Pertanyaan lain yang menggelitikku adalah alasan yang melatari mereka sehingga Indonesia abad 19 perlu ada Kebangkitan Islam? Indonesia saat itu sedang memasuki era orba dan populasi Islam mencapai 98%. Organisasi Islam terlarang DI/TII telah berhasil ditumpas, lalu apakah kebangkitan Islam yang mereka maksudkan adalah kebangkitan DI/TII secara terselubung?

Kalau melihat statistik 2010 populasi Islam Indonesia malah turun drastis menjadi 86%, jadi rasanya Kebangkitan Islam yang mereka maksud lewat Gerakan Tarbiyah ada yang tidak beres. Pertama, itu terlalu dibesar-besarkan untuk menutupi syawat yang akhirnya pecah juga di tengah jalan dengan terkuaknya skandal sapi oleh ketuanya, kedua Gerakan Tarbiyah menampilkan jiwa Islam agresor mendapat resistensi yang cukup besar dari non Muslim yang mungkin saja telah melahirkan semacam gerakan penyelamatan atau proteksi yang bermuara timbulnya simpati, dan ketiga jiwa agresor dalam berdakwa tidak mencirikan Islam Nusantara yang dibawa oleh para wali sehingga juga mendapat resistensi dari Muslim sendiri seperti pihak NU dan Muhammadyah.

Sebagian dari kita mungkin baru menyadari bahwa fenomena sekolah negeri memakai jilbab tidak terjadi begitu saja. Ada campur tangan kaki tangan partai sangat bisa diterima akal sehat. Kalau di level sekolah mereka menggunakan propaganda jilbab sedangkan di level perguruan tinggi mereka mencuci otak mahasiswa. Seperti sebuah posting yang terus beredar luas di warganet dari curhat seorang mahasiswa yang pernah didoktrin, tetapi akhirnya ia sadar. Ia mengungkapkan mereka memakai segala cara dari hipnotis, dicekoki kebencian dengan maksud untuk membakar gairah islami, dipaksa meninggalkan keluarga, dan harus menyetor upeti.

Jadi proses yang kita bisa bayangkan yang akan dihadapi anak-anak kita kalau kita ragu mengambil sikap pada sekolah-sekolah negeri yang mewajibkan jilbab. Baca juga: Kontroversi Jilbab.

Oleh sebab itu, pemerintah perlu mulai menelusuri rekam jejak guru, kepala sekolah dan dinas terkait yang nekat mewajibkan jilbab. Pemerintah bisa mulai dari sekolah yang paling terang-terangan mewajibkan jilbab dan membuat berbagai peraturan turunan serta memetakan apakah mereka terkait langsung dan tidak langsung dengan HTI, pekaes atau organisasi terlarang lainnya. Pemerintah bisa menerapkan sanksi sesuai dengan peraturan PNS yang dilarang beafiliasi ke partai manapun.

 

PENTING! SEMUA INFORMASI SITUS DILINDUNGI UU. LIHAT SYARAT & KETENTUAN PEMAKAIAN

Leave a Reply

You must be logged in to post a comment.