Blogs

SEMAKIN MANUSIA MELEKAT PADA HIDUP INI SEMAKIN HIDUP INI SIA-SIA {AS WE ARE BONDED ON THIS LIFE AS THIS LIFE IS IN VAIN}

Post Pisg

Pisang Goreng

FacebookTwitterLinkedInShare
 

Saat hujan-hujan pada suatu senja, setelah reda udara pun menjadi segar. Kaki aku langkahkan dengan sangat semangat sekali bersama kakakku. Payung tetap kami bawa sambil tertutup ia seperti menuntun kami. Kami menuju ke suatu tempat di pinggir jalan raya. Di sana ada sebuah warung yang menjual pisang goreng.

Kira-kira aku masih berusia sekitar 12 tahun, aku dan kakakku cukup sering disuruh membeli pisang goreng. Kakakku yang lain lagi atau kadang ayahku yang sering meminta kami pergi membeli pisang goreng itu. Ada juga ubi goreng, namun tempe goreng tidak pernah ada, terfavorit adalah pisang goreng kepok dan raja. Tepungnya yang banyak dan pakai tepung jagung adalah pisang goreng yang paling sedap sedunia yang selalu keluargaku beli dan makan waktu itu.

Sore ini hujan lagi di Yogyakarta. Setelah menunggu sebelas bulan akhirnya hujan pun turun. Aku memang bukan petani, tetapi yang kurasa mentalku ini asli memang petani, si perempuan gunung yang sangat bahagia apabila turun hujan. Kalau aku adalah seekor kodok aku adalah kodok betina pertama yang akan dapat pasangan. Sekali kawin aku langsung bisa mengeluarkan ribuan telur sekali semprot saking leganya hatiku menyambut hujan. Sore ini saat sedang hujan aku menggoreng pisang untuk anakku.

Hujan membebaskanku menyiram rumput di halaman rumahku. Persis kalau gak salah seminggu lalu aku berdoa dengan polos sekali, sambil tiduran aku minta Tuhan berilah hujan agar rumput-rumputku tidak mati, Engkau tahu ya Tuhan fisikku sedang tidak kuat mengurusi rumput-rumputku. Sederhana sekali ya pikiranku dan Tuhan mendengarkan aku, keesokannya hujan benar-benar turun lebat dan lama sekali dan sudah tidak bisa berhenti hingga hari ini; musim hujan pun disebut-sebut sedang memasuki Kota Yogyakarta. Sebelumnya aku sebenarnya dua minggu lalu telah menanggung kesusahan karena kembangku di Temanggung banyak yang kering dan mati.

Pada hal apa aku bergairah; dahulu jiwaku meraih gairah kehidupan lewat keinginan memakan pisang goreng dan delapan tahun belakangan ini kegembiraanku banyak kureguk dari kembang, gunung dan rerumputan. Dahulu diriku tidak pernah memikirkan hal lain sedikit pun tentang bahwa hidup ini bisa sia-sia. Kini semua adalah kebelakaan. Paginya atau keesokannya aku pergi ke sekolah meraih cita-citaku dengan penuh semangat dan kalau hujan beli pisang goreng lagi—diksi cita-cita dahulu dan sekarang seperti langit dan bumi— dahulu terbang ke awang-awang kini menginjak bumi.

Entah pendidikan salah entah informasi sesat atas gairah lama yang terbangun itu tentang sebuah masa depan yang harus diraih sebuah generasi—gairah lama itu terbangun di atas ‘ketidakbebasan’ mungkin juga di atas ‘kebodohan’ yang menjerumuskan si pengejar pada kemelekatan-terpasung. Hari-hari yang sedang berjalan ini adalah gairah baru yang dibangun di atas kemerdekaan.

Hidup ini sungguh sia-sia dan belaka! Sehabis hujan aku bukan tidak bisa dapat pasangan untuk bersetubuh, walaupun hatiku telah teduh dan jiwaku menjadi kalem oleh karena hujan telah mendinginkan sukma, namun apa yang kurasakan pisang yang telah aku goreng semua tetap tak mampu membangkitkan gairah lama. Gairah lama itu mungkin semacam sesuatu periode yang telah aku selesaikan dan secara alamiah itu ditukar dengan prioritas baru dalam bahasa dewasanya. Aku sebenarnya juga tidak berharap gairah itu kembali. Aku hanya sedang teringat pada gairah mudaku dalam pisang goreng lalu menuliskannya. Ribuan momen hujan hanya kali ini saja yang mampu mengingatkanku tentang pisang goreng bahkan novelku yang menurutku cukup fenomenal dari sisi perjalanan hidup yang pernah aku tulis kayaknya pisang goreng tidak ada di sana deh. Jadi momen ini cukup penting bila dilihat dari sisi bagaimana aku terkoneksi dengan hujan dan frekuensi membeli dan makan pisang goreng.

Untung aku punya anak! Aku seolah masih bisa mendapat sedikit gambaran nyata lewat semangat anakku memakan pisang goreng buatanku. Kelak pisang goreng buatanku pada saat hujan kah yang akan menjadi kenangan indah bersama ibunya? Oops rupanya ia sedang makan pisang goreng buatanku sambil main game…busettt.

Tetapi sumpah hidup ini memang sia-sia dan belaka! Pada akhirnya semua sia-sia! Kita harus jujur bahwa kehebatan hari ini yang masih bisa kita lihat dan nikmati sungguh tak bisa mengganti kesia-siaan atas apa yang telah dilepaskan oleh orang-orang. Orang yang paling kita cintai dan membuat kita hidup akhirnya juga sia-sia. Sesuatu yang konkrit telah tiada dan tidak bisa dikembalikan lagi adalah kesia-siaan.

Akan lebih menyentuh bila yang hilang adalah orang baik, tokoh hebat atau orang yang sangat dicintai. Tentang dedikasi, cinta, pengabdian dan segala nilai luhur yang ditinggalkan mereka semua itu adalah konsep. Itu adalah angin barat yang menenteramkan dan adalah kesia-siaan juga pada suatu masa oleh suatu generasi. Dengan apa kita bisa menangkap angin kecuali hanya dengan rasa. Rasa adalah warna konsep untuk memudahkan manusia menangkap dan percaya pada sesuatu yang sia-sia itu tidak sia-sia (tidak hilang) karena masih bisa dirasa: Jadi ini seperti kita sadar bahwa hidup itu tidak abadi, tetapi ketidakabadian hidup dibutuhkan dan dikejar.

Semakin manusia melekat pada hidup ini semakin hidup ini sia-sia. Hal yang menyakitkan kemanusiaan kita adalah bahwa hidup adalah kesia-siaan yang perlu diperjuangkan. Hal yang membebaskan jiwa kita adalah bahwa hidup adalah sebuah kemerdekaan; kesia-siaan yang tidak membangun kemelekatan. Kematian diri adalah kesia-siaan paling fatal yang pernah terjadi dalam hidup ini karena kita tidak pernah bisa menyadari bahwa hidup ini sia-sia selagi kita hidup.

Kita akan mendapat kabar yang hanya kita bisa pasrah; kabar kematian orang-orang dekat secara bergiliran akan mendarat di dalam hidup kita, lalu disusul kabar yang tidak akan menjadi kabar bagi kita dan tidak perlu mendapatkan penerimanaan kita lagi, yaitu kematian diri kita sendiri (heeee..).

Anakku sedang pergi les setelah pisgor ia makan buanyak sekali, biasa aku rada-rada nyeleneh pikirannya setelah anakku tidak ada; hmn…kupikir-pikir yah, syukur-syukur dipanggil Tuhan saat sedang tidur setelah makan pisang goreng dan saat hujan lagi, kedengarannya adalah kematian yang paling lembut di dunia bagiku dan tidak akan menggegerkan anakku jika dibandingkan mati terbunuh, tertabrak, kecemplung di laut, serangan jantung atau dimakan hiu..amit-amit jauhkan itu Tuhan. Duh.. mikirin lidah berpindah ke kiri dan gak bisa normal lagi pada kondisi stroke ampun tobat jauhkan itu. Kita memang sungguh-sungguh tidak ada artinya.

 

PENTING! SEMUA INFORMASI SITUS DILINDUNGI UU. LIHAT SYARAT & KETENTUAN PEMAKAIAN

Leave a Reply

You must be logged in to post a comment.