Wajan Urip

GIHARU SI PEREMPUAN GUNUNG ADALAH PENULIS YANG MENDEDIKASIKAN HIDUPNYA UNTUK PELAYANAN NILAI ABADI DENGAN CARA SE-APA ADANYA.

 

Rp 79.000[yith_wcwl_add_to_wishlist]

SKU: 0000008-WHTM-2014-003. Category: . Tags: , .

Product Description

FacebookTwitterLinkedInShare

519 Halaman, Bahasa Indonesia
Aku masih ingat sekali, suatu malam setelah pulang kerja, ibuku banyak cerita tentang barang-barang bekas dagangannya yang akan ia bagi-bagi kepada anak-anaknya. Ibuku dengan bangga menceritakan pengocok telurnya yang bermerek abadi yang ia miliki 3 buah, salah satu kaki pengocoknya sudah patah namun tetap ia pertahankan, panci presto yang ia beli dengan susah payah dengan sistim kredit tak lupa ia sampaikan bagaimana panci itu telah banyak jasanya saat ia menanak kacang untuk isi kue khu.

Beberapa ember somplak yang menurutku sangat layak dijadikan sampah dengan memaksa ibuku tetap mau agar ember itu dijadikan tong sampah. Selain itu, ibuku memang sangat fokus dengan benda-benda material logam. Menurutnya logam-logam zaman dulu lebih tahan api dibandingkan logam sekarang.

Ibuku tentu tidak mempunyai harta yang bisa ia wariskan kepada anak-anaknya maka sebuah wajan hitam, kompor besi bundar yang seperti dimiliki penjual nasi goreng selalu ia pesan agar jangan sampai hilang. “Itu besi tua! Ada uang pun kau tak mampu mendapatkannya lagi,” kata ibuku.

Akhirnya wajan hitam anti karat diberikan kepada kakakku. Wajan aluminium untukku. Aku saat itu tentu sangat mampu membeli sebuah kulkas apalagi hanya wajan aluminium. Saat itu sikapku seperti anak muda kota yang agak meremehkan warisan ‘remeh-temeh’ seperti itu.

Aku memang turunan ibuku, suka memasak, wajan aluminium ibuku memang yang terbaik setelah kucoba dan terus kupakai sampai di Temanggung namun aku butuh wajan anti lengket seperti wajan hitam itu. Setelah mencoba berbagai merek wajan anti lengket yang harganya sudah melebih sebuah kulkas tetap saja aku tidak bisa mendapatkan feel memasak seperti karisma ibukuAku masih ingat sekali, suatu malam setelah pulang kerja, ibuku banyak cerita tentang barang-barang bekas dagangannya yang akan ia bagi-bagi kepada anak-anaknya. Ibuku dengan bangga menceritakan pengocok telurnya yang bermerek abadi yang ia miliki tiga buah. Salah satu kaki pengocoknya sudah patah namun tetap ia pertahankan, panci presto yang ia beli dengan susah payah dengan sistim kredit tak lupa ia sampaikan bagaimana panci itu telah banyak jasanya saat ia menanak kacang untuk isi kue khu.

Beberapa ember somplak yang menurutku sangat layak dijadikan sampah. Selain itu, ibuku memang sangat fokus dengan benda-benda material logam. Menurutnya logam-logam zaman dulu lebih tahan api dibandingkan logam sekarang.

Ibuku tentu tidak mempunyai harta yang bisa ia wariskan kepada anak-anaknya maka sebuah wajan hitam, kompor besi bundar yang seperti dimiliki penjual nasi goreng selalu ia pesan agar jangan sampai hilang. “Itu besi tua! Ada uang pun kau tak mampu mendapatkannya lagi,” kata ibuku.

Akhirnya wajan hitam anti karat diberikan kepada kakakku. Wajan aluminium untukku. Aku saat itu tentu sangat mampu membeli sebuah kulkas apalagi hanya wajan aluminium. Saat itu sikapku seperti anak muda kota yang agak meremehkan warisan ‘remeh-temeh’ seperti itu.

Aku memang turunan ibuku, ibuku suka masak demikian juga aku. Wajan aluminium ibuku memang yang terbaik setelah kucoba dan terus kupakai di Temanggung namun aku butuh wajan anti lengket seperti wajan hitam itu. Setelah mencoba berbagai merek wajan anti lengket yang harganya sudah melebih sebuah kulkas tetap saja aku tidak bisa mendapatkan feel memasak seperti karisma ibuku.

Additional Information

Weight 0.5 kg
Dimensions 20 x 13.5 x 2.5 cm

Reviews

There are no reviews yet.

Be the first to review “Wajan Urip”

You must be logged in to post a comment.