Blogs

MENCARI TUHAN ITU HARUS SANTAI KARENA TUHAN BUKAN BARANG {GOD IS NOT GOODS, IT MUST BE RELAXING IN SEEKING GOD}

Post Dua

Dua Keluarga

FacebookTwitterLinkedInShare
 

Agama menjadi tempat pelampiasan kekacauan kepribadian pada dua keluarga yang disebabkan suami-suami nganggur. Satu keluarga Islam dan satu lagi Kristen. Agama boleh beda tetapi soal masalah tidak ada satu pun yang aman. Masalah dimulai saat suami masing-masing kehilangan pekerjaan, tetapi satu suami menjadi agak aneh dalam beragama. Untung masing-masing istri masih bekerja, tetapi satu istri seperti kesetanan dalam beragama. Setelah masing-masing suami mencoba usaha ini itu gagal, entah bagaimana setelah menanjak tahun pertama lebih sedikit tiba-tiba kedua keluarga itu lebih reaktif dalam beragama.

Tindakan reaktif tahu kan bedanya dengan aktif? Reaktif adalah suatu tindakan yang dinilai berlebihan. Dalam hal apapun katanya kalau berlebihan tak baik. Ukuran kebaikan itu “waktu” bukan “kuantitas”. Waktu berkorelasi dengan kualitas kalau kita mempercayai hukum tumbuh dan mati sedangkan kuantitas berhubungan dengan pengerdilan proses. Makan apel 50 kilo kukira sulit akan bawa masalah kalau sehari dimakan sebutir dan tubuhmu tentu tidak alergi apel. Berkendara dengan kecepatan di atas 250 km/jam akan menyelamatkan nyawa orang yang sedang terkena serangan jantung kecuali sudah bosan hidup. Semua akan menjadi baik kalau dalam kondisi cukup.

Demikian juga ketika mendalami dimensi spiritualitas Tuhan. Dalam beragama, iman perlu bertumbuh secara perlahan-lahan. Iman tidak akan tumbuh sempurna dengan cara dipaksa. Proses instan akibat kondisi stres atau buntu dalam hidup sering membuat seseorang memaknai Tuhan secara brutal. Mencari Tuhan tidak akan lebih baik dari mencari dunia hitam apabila dalam diri kita tidak siap menerima yang maha suci.

Artinya seseorang setelah menerima yang Maha Suci ia akan lebih teduh, aktif dan tidak reaktif. Kalau proses ini berjalan terus dengan irama cukup dalam waktu yang amat panjang sekali mungkin sampai memutih rambutnya dan memipih tulang-tulangnya bisa saja ia akan menjadi seorang sufi; inilah proses perjalanan spiritualitas seorang manusia yang sehat untuk kembali kepada penciptanya.

Namun, ketika mencari Tuhan menjadi ajang memperebutkan kavling surga menjadi awal mula biang kerok masalah dalam umat beragama.

Singkat cerita, suatu hari, si suami dari keluarga Kristen melarang istrinya koleksi boneka padahal salah satu satu boneka itu adalah pemberiannya sewaktu pacaran. Suami semakin kacau dan membuang semua boneka, patung-patung dan benda-benda yang ia curigai setan menumpang di sana. Dalam masa kacau itu suami mencari pegangan ke agamanya. Istrinya kebetulan belum mau memeluk Kristen, ia seorang Budha dan dipastikan semakin antipati terhadap Kristen. Pengalaman rohani yang sedang membahana membuat si suami begitu mudah merasa paling benar paling suci apalagi ia telah yakin inilah kehendak Tuhan. Jadi ia mudah sekali menjadikan boneka dan patung sebagai setan-setan pengacau ‘sumber masalah’ yang ia tidak bisa atasi.

Istrinya adalah kawan lamaku, saat ia bercerita aku sempat nyinyir di dalam hati kira-kira meja dan kursi dibanting ga ya? Bagaimana dengan piring, kasur dan semua benda-benda di rumah? Kalau sampai ia menghancurkan semua barang-barang maka tidak ada lagi yang lain bukan maka berarti ia akan sampai dirinya itulah yang setan!

Kisah keluarga yang Muslim terbalik. Istrinya yang lebih reaktif karena pendapatannya lebih kecil dari kawanku jadi mungkin lebih cepat stres ditambah tidak ada pemasukan dari suami. Anak yang baru lahir dilarang vaksin. Ia mulai berpakaian abaya, model pakaian perempuan Arab yang glombor-glombor itu. Apa saja ia lawan atas nama agama. Terdengar ia anti KB juga. Jadi dalam masa kacau itu, kira-kira tiga tahun berjalan maka selama tiga kali ia hamil. Buset, jadi ini toh yang membuat suaminya menganggur terus pikirku. Istrinya reaktif dalam beragama untuk menghilangkan stres, tetapi ujung-ujungnya kok menghasilkan anak terus ya? Apa beban hidup mereka tidak tambah berat? Anak mereka terakhir kutahu berjumlah 6 orang, entah kalau tambah lagi karena aku sudah tidak ikuti cerita mereka.

Jadi lucu juga, siapa yang reaktif dalam beragama tergantung siapa yang paling stres dalam hidup dan ini sama sekali tidak berkorelasi dengan pencarian Tuhan. Aku menduga embrio teroris berawal dari proses-proses mencari Tuhan dalam fase stres berat dalam hidup seseorang.

Entah bagaimana isu reaktif beragama suami kawanku pun reda sendiri seiring dengan kepungan badai disorientasi kerohanian suaminya reda, namun istri keluarga yang Islam agak ribet sedikit karena terdengar bininya mulai terkait ormas aliran keras. Tetapi satu hal yang masih bisa kita syukuri untung ia masih punya suami. Coba ia seorang janda, aku tidak bisa bayangi kalau sampai dibidik oleh partai miskin prestasi itu, ia akan lebih liar dari si Neno Kemisan atau si Ratna Kepepet.

Apapun lebih mudah terjadi pada orang stres.

 

PENTING! SEMUA INFORMASI SITUS DILINDUNGI UU. LIHAT SYARAT & KETENTUAN PEMAKAIAN

Leave a Reply

You must be logged in to post a comment.