Ikan Mulut Besar
Tulisan Anda keren, halus dan pertanyaan pun mengalir kepadaku bagaimana caranya menulis. Aku biasanya menanggapi ekspresi pujian atau kekaguman terhadap tulisan maupun perjuanganku dengan komentar yang sama, “Aku ini orang gunung.” Selalu aku jawab demikian, mungkin dengan maksud merendah namun dalam hatiku tetap terselip sebuah kebanggaan diri karena polos mempercayai bahwa pembaca benar-benar serius dan tulus memberikan pujian. Aku merenungkan kembali ini semua saat sedang menulis artikel ini.
Aku Ikan Apa?
Menulis adalah menelusuri tulang ikan diri yang dilakukan dari ekor dan sebelum sampai ke pokok berpikir otak ikan kecil, beberapa orang mungkin sudah menemukan fakta bahwa aku ini si ikan mulut besar, aku ini si ikan teri asin yang sering menaikkan tensi dengan pembicaraanku yang menjerat dan kita berbahagia akhirnya masih banyak orang yang akhirnya sampai pada perjumpaan bahwa aku ini si nemo yang baik hati tetapi pemberontak.
Hiu Martil Sombong dan Hiu Putih Ganas
Sepertinya, banyak yang mulai menemukan, diri ini adalah seekor hiu martil sombong atau hiu putih yang ganas, “Oh, maafkanlah saudara-saudara aku terpaksa ‘makan’ kalian semua, karena butuh hidup,” kata kedua hiu yang sama mentalnya. Kemudian seorang nelayan yang sudah terimbas gadget atau alat canggih penangkap ikan, yang biasanya menangkap kerang dan kril yang kecil dengan jala, motivasinya terekspos iklan-iklan dan berubah drastis dan ia pun mulai menangkap hiu yang sangat terkenal dengan sirip yang super mahal. “Rasakan! Akan kujadikan kalian hidangan restoran mahal.” Seekor tubuh hiu putih raksasa tanpa sirip pun dicampakkan kembali ke laut, dua ekor lalu ratusan ekor, tenggelam dan mati sia-sia di dasar laut, kemudian dolar-dolar pun segera melayang di atas kapalnya.
Hiu-hiu yang lain selalu percaya bahwa kehidupan di laut selalu dirotasi, tidak ada yang sia-sia, melihat temannya mati di dasar laut dan kutu-kutu laut, predator pemakan bangkai mulai melahap habis sampai akhirnya tuntas, semua kembali seperti sediakala, kerangka ikan pun tergerus oleh arus laut dan membawa perenungan pada ikan-ikan yang pernah dimangsa hiu namun hiu-hiu yang menengok itu tetap tidak beranjak di sana, mereka saling pandang dan berkata, “Ternyata ada yang lebih buas ya?”
Temukan Motivasi & Terus Menulis
Cepat kaya, cepat terkenal, sebagai alat promosi, menyebarkan suatu ajaran atau dogma sesat adalah motivasi dari sebagian penulis yang masih berada dekat ekornya, mana tahu, siapa tahu, bisa saja buku meledak dan kita tahu apa yang terjadi? Sebelum ia selesai menyusuri tulangg ikannya dan mungkin baru sampai di perut yang penuh makanan yang belum terurai, kepalanya sudah meledak duluan.
Tidak apa, jangan gentar dan jangan berhenti menulis karena ada seorang penulis yang terakhir, ia menulis hanya ingin membagikan pesan bahwa alam raya ini begitu indah karena berisikan bunga-bunga, mengundang orang mempunyai harapan seperti seorang anak kecil yang berdoa agar lampu segera hidup atau BBM habis karena konflik regulasi segera dikirim. Selalu berharap bahwa bintang kejora masih jatuh di siang hari.
Semua Kisah Berharga
Cerita hiu-hiu yang malang bisa saja kuganti dengan kisah burung tetangga yang dicuri saat mati lampu mungkin ada korelasi dan tidak berkorelasi. Itu kadang bukan point. Inilah anehnya dunia sastra. Menurutku, teruslah menulis dengan segala maksud sebelum kepala meledakkan pikiran, tulisan tidak ada yang baca, penerbit menolak namun percayalah seperti hiu juga percaya ada masa arus tenang dan arus mengamuk, semua akan berakhir termasuk masa pasaran seorang penulis, karena menulis sebenarnya hanyalah untuk menemukan diri ini ikan jenis apa?
Mulai sekarang, untuk apa pusing-pusing mengetahui teknik menulis, menulislah dari dasar hati dan dasar motivasi yang paling murni.
PENTING! INFORMASI SITUS DILINDUNGI UU. PELAJARI SYARAT & KETENTUAN PEMAKAIAN
Leave a Reply
You must be logged in to post a comment.